Thursday, March 20, 2014

Heart Quay - Putu Felisia


Judul : Heart Quay
Penulis : Putu Felisia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2013
Tebal : 248hal
Sinopsis : Heart Quay
Review :
Bagiku semuanya terjadi terlalu cepat dan terkesan terburu - buru. Zoya baru sekali bertemu dengan Kenneth Yang di pesawat terbang dan saat bertemu kembali sudah langsung pedenya bersandar dipundak Kenneth? Are you serious? 

Banyak hal - hal yang menurutku tidak masuk diakal. Misalnya, tidak ada angin tidak ada hujan Elang tiba - tiba curhat ke Kenneth. Tidak logika saja Elang yang jelas - jelas tidak suka dengan Kenneth bisa secara gamblangnya curhat ke dia soal masa lalunya bersama Zoya. 

Kemudian, buku ini juga memiliki banyak kejadian "awkward". Misalnya :
Sahabat Zoya akan menikah dengan Elang yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya, awkward
Zoya bertemu dengan orangtua Elang yang membencinya setengah mati, awkward.
Setelah sekian lama berpisah, akhirnya Zoya bertemu kembali dengan Elang yang kini berstatus calon suami sahabatnya, super awkward.


Secara keseluruhan, buku ini cukup ringan namun ribet. Penulis menghubungkan isi ceritanya dengan sastra lewat kutipan novel Wuthering Heights namun terkesan tidak tepat sasaran. Dan sosok Elang dan Tiara benar - benar menguras emosi saya. Pesanku untuk Zoya, berhati - hatilah dalam memilih sahabat. Tidak semua yang kelihatan tulus didepan sama tulusnya dibelakang. Bukalah matamu lebar - lebar dan lihatlah sekelilingmu. Mana yang ada selalu ada untukmu dan mana yang hanya sekedar numpang lewat. 

Buat Tiara, belajarlah untuk tidak berlebihan dalam melakukan segala sesuatu. Termasuk mencintai seseorang. Ingatlah bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Dan, kamu yakin nggak bisa hidup tanpa Elang? Bukannya sebelumnya bertemu dengannya, kamu sudah hidup? Berhentilah bergantung pada orang lain. Grow up, please. Lalu, Elang bukan Tuhan, Tiara sayang. Tidak perlu sampai begitu memujanya. Buat Elang, terima kasih sudah menjadi pelajaran yang paling berharga buat Zoya. 

"Kesalahan dia adalah menjadi gadis yang tidak sesuai dengan keluargamu. Tapi kesalahanmu adalah sama sekali tidak memiliki keberanian untuk memperjuangkannya, atau mempertahankannya disisimu. Yang kaulakukan hanya membiarkannya pergi."

Untuk karakter Zoya sendiri, dari awal diceritakan bahwa hidupnya sangat menderita, sepertinya kesialan datang bertubi - tubi dalam kehidupannya. Satu hal yang buat saya salut padanya yaitu Zoya termasuk wanita tangguh yang bisa menahan perasaannya. Banyak wanita yang secara gamblang menyatakan perasaannya seperti Tiara. Namun Zoya berhasil mengendalikannya dengan baik. Nice job, Zoya!

PS : Buku ini saya pinjam dari teman kantor saya, ci Pretty :) 


Sunday, March 16, 2014

Bangkok - Moemoe Rizal




Judul : Bangkok
Penulis : Moemoe Rizal
Penerbit : GagasMedia
Tahun : 2013
Tebal : 436hal
Sinopsis : Bangkok - Moemoe Rizal
Review :

Edvan jarang bisa akur dengan ibunya. Oleh karena egonya yang tinggi, Edvan memutuskan untuk pergi dari rumah dan hilang tanpa kabar. Edvan setengah mati berusaha untuk sukses agar ibunya bisa melihat bahwa tanpa warisan ayahnya pun ia bisa hidup. Dia memang berhasil. Tapi apa artinya kesuksesan tanpa restu keluarga? 

Setelah satu dekade Edvan tidak berhubungan dengan ibu dan adiknya, tiba - tiba saja dia mendapat berita bahwa ibunya telah meninggal. Sekarang satu - satunya keluarga yang ia miliki hanyalah adik lelakinya Edvin. Edvin pun menyampaikan warisan ibu mereka kepada Edvan untuk mencari harta karun berupa jurnal - jurnal yang tersebar di beberapa tempat di Bangkok. 
"Aku melakukan ini untuk ibuku. Semustahil apa pun hasilnya, sekonyol apa pun nantinya. Ini hanya permintaan kecil Ibu yang ingin sekali kupenuhi."

Selain terkenal dengan tempat wisatanya, Bangkok juga terkenal sebagai negara yang mengakui keberadaan para transgender. Mereka lebih dikenal dengan panggilan ladyboy. Edvan adalah lelaki tulen yang paling benci dengan waria. Namun secara tak terduga, adiknya, Edvin malah sekarang berdandan dan berperilaku layaknya ladyboy. Hidup itu memang penuh dengan warna. Terkadang sebuah pilihan dapat mengubah jalan hidup seseorang secara keseluruhan. 

Berikut pernyataan seorang ibu yang punya anak transgender :


"Sebagai ibu, aku hanya bisa mendukungnya meraih cita - cita. Tidak apa kalau dia mengubah kelaminnya. Toh dunia tidak kiamat dengan dia menjadi waria. Kalau dia menjatuhkan bom nuklir, baru aku akan marah." Saya totally get it, dear super Mom :* Jika bisa memilih pastilah seorang ibu ingin anak laki - lakinya tetap menjadi seorang lelaki utuh. Tapi jika menjadi ladyboy adalah pilihan hidup anaknya, seorang ibu pasti akan mendukung keputusan anaknya. Yang penting, tidak membunuh dan tidak merugikan siapa - siapa. 


"Buatku, waria seperti anakku yang sering menghormati aku, jauh lebih baik dibanding laki - laki jantan yang berdosa terhadap ibunya sendiri. Harusnya manusia dinilai dari apa yang dia lakukan pada orang lain, bukan pada dirinya sendiri semata"

Di Bangkok, Edvan menelusuri setiap sudut daerah yang mungkin pernah didatangi ibunya saat ia masih muda. Karena clueless dengan tempat - tempat tersebut, Edvan pun menyewa jasa seorang guide bernama Charm. Edvan tahu bahwa petualangan ini pasti tidak akan mudah. Yang Edvan tidak tahu adalah Charm bisa sangat menarik dengan segala kesederhanaannya.

Lucunya, segala sesuatu yang dibenci oleh Charm malah dimiliki oleh Edvan, mulai dari tato, pekerjaan sebagai arsitek dan adik transgender. Mentang - mentang Edvan seorang arsitek, kalau mau gombal doi juga pakai kata - kata bangunan.  


"Karena kalau aku adalah sebuah gedung, kamu adalah fondasiku yang membuatku tetap berdiri. Kamu terus mensupport aku, memberi tahuku untuk tenang ketika ada gempa, memberitahuku untuk jangan panik saat banjir datang, kamu akan terus ada di sana menjagaku agar tetap berdiri tegak."

Overall, dua jempol untuk ide brilian penulis dengan cerita seorang anak yang mencari peta harta karun ibunya dalam bentuk sebuah jurnal yang tersebar di beberapa tempat di Thailand. Baca buku ini jadi buat saya yang sebelumnya hanya ingin kembali ke Bangkok untuk sekedar shopping ke mall menjadi jauh lebih tertarik untuk berpetualang ke tempat - tempat bersejarah yang diceritakan dalam buku ini. Buku ini juga menceritakan perjuangan Edvan dalam merebut hati Charm, juga bagaimana akhirnya Edvan bisa menerima keputusan yang diambil adiknya Edvin. 

Ada poin plusnya tentu ada poin minusnya juga. Minusnya penulis terkadang menulis hal - hal kurang penting dibagian bawah sebagai penjelasan. Menurutku hal tersebut seharusnya langsung saja disambung ke kalimat sebelumnya. Tidak perlu sampai harus dipisah. Contohnya : Tanpa kentara, Max berusaha memberikan kepalan "Yes!" , tapi sembunyi - sembunyi biar tidak aku tidak melihatnya | Kemudian disambung dipaling bawah : Sayang sekali aku melihatnya dengan jelas."

Akan lebih baik jika yang ditulis dibawah hanyalah kalimat - kalimat penting yang memang ditujukan untuk memperjelas maksud penulis. Misalnya tempat - tempat di Bangkok yang kurang kita kenal atau arti dari kata - kata Thailand yang sering digunakan oleh penulis, dsb.

"Menikah seperti menato punggungmu dan berspekulasi apakah itu keputusan tepat atau bukan." 

4bintang!
PS : buku ini saya pinjam dari Lilis. Baca dan follow blog bukunya di : Purple Bookish

Saturday, March 15, 2014

Kok, Putusin Gue? - Ninit Yunita


Judul : Kok, Putusin Gue?
Penulis : Ninit Yunita
Penerbit : GagasMedia
Sinopsis : Kok, Putusin Gue?
Tahun Terbit : 18 Desember 2013 (terbit pertama kali tahun 2004)
Tebal : 232hal
Review :

Pada suatu hari yang santai, lewat chatnya Putri (mamak kami) mengumumkan bahwa kita aka Read Addicted Book Club terpilih dalam pengundian Arisan Buku bulan Januari 2014 dari Gagas-Bukune dengan buntelan buku cover baru, Kok, Putusin Gue? dari Ninit Yunita. Saya bersama teman - teman BBI Medan pun memutuskan untuk bertemu dan berdiskusi di Pizza Hut Jl. Gajah Mada Medan yang pada saat itu cukup sepi pengunjung. Well, bukan hanya berdiskusi tentang buku ini saja namun pertemuan tersebut juga kami jadikan sebagai ajang untuk saling meminjam buku. Berikut foto - foto yang berhasil kami abadikan pada tanggal 22 Februari 2014. 

Buku yang saya pinjam dari Lilis dan Putri


Buku Ninit Yunita - Kok, Putusin Gue?


BBI Medan, dari kiri Lilis, Ertalin, Putri, dan saya.

Bukunya sendiri tidak terlalu tebal dan juga tidak mengangkat topik yang terlalu berat untuk dibaca. Topik yang dipilih penulis adalah bagaimana seorang wanita yang diputuskan secara sepihak mengatasi kegalauan hatinya mulai dari cara yang negatif lalu menuju positif. Ceritanya membuatku sedih bersama dengan Maya, galau bersamanya, namun juga bahagia akan keputusan yang ia pilih untuk hidupnya. 

Di hari tepat setahun Maya jadian dengan Hari, mereka memutuskan untuk melewatkan malam bersama di Rooms Cafe. Betapa manisnya Hari karena sudah mereserve tempat yang manis untuk dilewatkan berdua. Hari bahkan memesan makanan kesukaan Maya. Bagaimana hati Maya nggak luluh dan semakin cinta pada lelaki itu coba? Namun disaat yang tak terduga - duga, secara mengejutkan Hari memutuskan secara sepihak untuk berpisah dengan alasan,"You are too good for me." 

Well, kalau ada lelaki diluar sana yang mau putus dengan alasan seperti itu, hanya 2% yang benar - benar merasa tidak layak bersama dengan pacarnya. Selebihnya 98% adalah omong kosong yang diciptakan untuk menutupi kebohongan bahwa dia sudah memiliki wanita lain. In this case, Hari tentu berada di antara 98% tersebut. 

 Setiap tindakan yang dilakukan, pastilah ada alasannya. Kenapa Hari memutuskan Maya? Mungkin karena selama ini yang Hari lihat hanyalah kulit luarnya saja. Kenapa Maya memutuskan untuk balas dendam pada Hari? Karena ketika kita terlalu cinta, terlalu sakit pula lah hati kita ketika harus berpisah dengan pasangan kita. Apalagi kalau alasan untuk berpisah karena Hari selingkuh dengan wanita lain. Hal ini seperti lingkaran setan yang hanya bisa diputuskan dengan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas.

Tentunya tidak ada yang benar diantara kedua belah pihak. Memutuskan Maya tepat disaat satu tahun mereka bersama itu merupakan hal yang kejam, namun terus menerus menguntit dan mengerjai Hari juga bukanlah perbuatan yang terpuji. Jadi sekali lagi, tidak ada yang paling benar dan tidak ada yang paling salah diantara mereka.

Masa lalu terkadang menjadi tolak ukur bagaimana kita melihat masa depan. Ada yang bisa dengan cepat move on dari masa lalunya, dan ada pula yang terjebak dalam masa lalunya. Dalam kasus ini, Maya termasuk yang kategori yang kedua. Aku pribadi tidak tergila – gila dengan keduanya. Tersakiti sudah pastilah terasa sakit. Namun bukan berarti kita harus menyakiti orang lain juga. 

Topik ini bukan yang pertama kali kubaca. Jika bisa memilih, aku akan menghindari topik ini karena hanya akan membawa kegalauan dan aura negatif yaitu balas dendam. Penulis sejak awal menggambarkan bagaimana pintarnya Maya dan betapa jagonya ia dalam bidang taekwando. Tak ada laki – laki yang takkan minder berada didekatnya, terutama yang menjadi pasangannya yaitu Hari. Jadi terdapat perkembangan karakter dimana Maya yang biasanya berpikir jernih menjadi wanita yang sibuk memikirkan bagaimana caranya menyembuhkan hati yang terluka,dsb.

Membaca buku ini mengingatkanku tentang betapa pentingnya punya sahabat seperti Rini yang selalu ada buat Maya. Sadar atau tidak sadar, sahabat yang baik adalah orang yang akan menuntunmu ke jalan yang benar, mengarahkanmu ketika kamu berada di jalan yang salah, dan tak segan - segan menegurmu jika kamu kehilangan akal sehatmu. 

       “Life goes on, May. Mungkin, Hari memang bukan orang yang tepat buat elu. Jadi, Tuhan nunjukkin itu ke elu dari sekarang.” 
\
     Sejak awal saya sudah tahu bahwa balas dendam itu takkan pernah membawa kita kearah mana pun yang benar. Di sakiti seseorang memang bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan. Kita cenderung terus menerus memikirkan alasan – alasan yang mungkin menjadi penyebabnya. Akan tetapi kita jadi melupakan beberapa hal seperti 1. Lelaki di dunia ini bukan hanya mantan kita saja. 2. Jika dia memutuskan kita karena wanita lain, kita seharusnya bersyukur bukannya bersedih. Itu tandanya Tuhan masih menyayangi kita. Karena akan lebih sakit jika sudah menjadi suami istri lalu harus bercerai.


     Cinta itu indah... Cinta itu tulus... Cinta itu jumlahnya sulit dihitung, seperti taburan bintang di langit. Cinta yang hadir di hati Amaya setinggi angkasa.Cinta itu indahnya seperti perpaduan bulan purnama dan kelipan seribu bintang.SSaat cinta itu pergi...dunia terasa gelap, hampa, dan kosong.

Monday, March 10, 2014

Take A Chance (Chance #1) - Abbi Glines


Title : Take A Chance
Series : Chance Series, part of Rosemary Beach series
Author : Abbi Glines
Published on February 25th, 2014
Synopsis :
Review :

"She had needed me. No one had ever needed me. It had made me weak."


Grant has always been my favorite out of Rush and Woods. There's something about him that I eager to know more. That's why I was so happy when I knew Abbi wrote him his own story. My friends had reminded me that Grant wasn't as good as I had thought. But I can't help it and kept reading. 

"I'm not a bad guy. Deep down you know that. I just made a very bad decision."

From his side story, I know that Grant has commitment issues. Okay I get that. Everyone is afraid of losing somebody, some even afraid to settle down. But as much as I tell myself that it was okay, yet at some point I won't deny the fact that Grant could be a jerk sometimes. I know that every man has physical needs but even Rush knew when to stop seeing one when he has fallen for Blaire. So why couldn’t Grant? He likes Harlow too much to hurt her but he keeps doing it without even trying to. Now I doubt myself if I could ever see Grant the same way as before. Everyone has reason for every action that they had taken, but Grant's is unacceptable. However, mistakes are made to be learned. I really hope Grant won't mess up again in the second book.

“It would be the hardest thing I’d ever have to face. Losing her would take my soul. But I can’t not love her for fear of losing her. What kind of life is that?  I wouldn’t know how amazing it feels to wake up with her in my arms. I wouldn’t get to enjoy watching her laugh and play with Nate. It’s worth it. Letting something like that stop you is letting fear control you. Don’t do that to yourself. Every moment I get with Blaire and Nate makes a life without them seem shallow and lonely.” - Rush

This story is about Grant but it involves everyone is Rosemary as well, including Rush and Blaire. I'm so happy that they have Nate with them now. Rush has changed so much since he met Blaire. And reading Take A Chance has made me realize how wise he has become as a person and a father. 

“If you think she could be the one then it’s time you take a chance. If I lost all that I have tomorrow, I wouldn’t regret one single minute. Ever. They’re what makes my life worth it.”

Nan is still a bitch and self-centered as always. There is no doubt about it. Although I hate Nan just like everyone hates her, but I’m quite curious about what she was thinking all the time. I hope Abbi could write her side story so we will know her feelings as well, that kid must be so lonely and she is channeling it in the wrong way. That’s why no one can stand her. I actually feel pity for her. 

Harlow and Nan are half sisters. Nan loathes Harlow to death for being the daughter that their father cherish and care. Whereas Harlow tries so hard to avoid Nan in order to keep peace around. I quite like the character of Harlow because she likes to read books just like me and Harlow seems to be so calm and shy. But to my surprise, as time goes by her character has developed into a lot more confident. It's very interesting to read though. 

Good thing is this story isn't predictable at all. Everyone has flaws including the guy I thought was perfect, Grant. In three words I can sum up everything : nobody is perfect

2 stars for Rush
1 star for Harlow
- 1 star for Grant, sorry buddy
1 star for Abbi.
Total is 3 stars


Saturday, March 8, 2014

Needing Her (From Ashes #1.5) - Molly McAdams

Title : Needing Her
Series : From Ashes
Author : Molly McAdams
Synopsis : Needing Her
Review :

This is gonna be a very short review. I've ever read one of Molly's books Taking Chances and was left quite like the book. So I felt so much enthusiastic to read another book of hers. Then I found Needing Her. I should have known that this book is a novella and should've read From Ashes (book #1) first. Well, to be honest, I'm not a fan of Needing Her, not sure about From Ashes though. 

Maci Price finds herself so difficult to get into a real relationship while she lives among her four insanely protective brothers. Unfortunately, she might have fallen for her annoying yet charming neighbor Connor Green, who is known as a detective and her brothers' best friend as well. Problems are Maci's brothers would never allow her to date him and Connor is too afraid to love her because of his dark past. 

"We drive each other crazy." 
"I like our kind of crazy."
"We're always fighting."
"As long as it's you I'm fighting with."


The heroine cursed too much my ears hurt. I get that she was raised among protective brothers who cursed a lot but that doesn't necessarily means she should use the same language as they are. The storyline was okay. But the problem is I couldn't connect with any of the characters. None of them were catching my attention, neither the main characters nor the supporting characters. Good thing is I didn't do skimming, I actually read it. 



"If you wanna change, then change. But do it because it's what you want for you and your life, not because other people have made you feel like you need to."

Sunday, March 2, 2014

Buku Pilihanku - Maret


Selamat pagi, teman - teman blogger sekalian. Mulai Maret ini, saya berpikir untuk sharing buku - buku yang saya beli per bulannya di blog ini. Sebelum membahas buku - buku yang telah saya upload di atas ini, saya mau membahas tentang bagaimana ekstrimnya saya beli buku di waktu lalu. Dulu sebelum bekerja alias masih kuliah, saya sangat hobi keluar masuk gramedia dengan membawa bungkusan plastik yang berisi buku - buku. Dalam satu bulan, mungkin bisa bolak - balik kesana sebanyak 3-4 kali. Dan entah kenapa selalu saja ada buku yang tak habis dibeli. Padahal nih, buku dilemari masih banyak sekali yang belum dibaca. 

Nah, setelah saya mulai bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Entah kenapa, pengeluaran bukannya berkurang malah semakin bertambah. Maka dari itu, terhitung sejak Januari 2014, saya mulai membatasi diri saya dengan hanya membeli 2 buku per bulannya, dengan harapan bisa meredam kebiasaan saya yang gila beli buku.

Saya membuat post diatas berjudul Buku Pilihanku - (bulan), dan akan sedikit membahas tentang buku tersebut dan alasan mengapa saya membelinya. Untuk bulan ini, buku pilihanku jatuh pada Bumi - Tere Liye dan Tell Your Father, I Am Moslem - Hengki Kumayandi. 

Tere Liye bukanlah penulis asing buatku. Beberapa dari bukunya sudah menjadi koleksiku dan semua rata - rata cukup seru untuk dibaca. Sebenarnya dari bulan lalu, saya sudah membaca sinopsisnya di toko buku Gramedia dan cukup tertarik. 

Sinopsis (dari Goodreads) : 

Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh. Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian. Aku punya dua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak.


Aku sama seperti remaja kebanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.

Namaku, Raib. Dan aku bisa menghilang.

Tere Liye memang selalu mengangkat topik yang berbeda - beda dan tidak pasaran. Beliau bukan penulis favorit saya tapi toh saya selalu tertarik untuk membeli bukunya karena ia selalu menyuguhkan nuansa yang berbeda dari para penulis lainnya. Bumi berceritakan tentang Raib, remaja yang menjalani hidup biasa tapi memiliki kekuatan ajaib yaitu bisa menghilang (raib = hilang). Kalau dijadikan sinetron pasti akan sangat lebay, alay, dsb. Namun, saya menghargai usaha Tere Liye untuk tetap eksis dengan karyanya yang original.

Nah, untuk Tell Your Father, I Am Moslem nya Hengki Kumayandi ini sebenarnya bukan whislistku. Saya bahkan baru melihatnya duduk manis dirak buku Gramedia semalam. Penulisnya pun belum saya kenal lewat karyanya. Akan tetapi satu hal yang begitu menarik perhatian saya, yaitu judul bukunya. Tell Your Father, I Am Moslem - ketika hati harus melawan logika. Sudahlah pasti ini cinta antara dua orang yang menganut keyakinan yang berbeda. Sejujurnya hal itu sangat menyedihkan. Suka atau tidak suka, banyak yang suka mengait - ngaitkan cinta dengan agama dan suku. Alangkah baiknya jika hal tersebut tidak menjadi sebuah halangan bagi kedua belah pihak. Saya penasaran bagaimana penulis akan mengupas cerita ini. Karena bagi saya pribadi, tidak masalah jika lain keyakinan, yang penting kedua belah pihak bisa saling menghargai satu sama lain dan tidak menghakimi. 

Berikut sinopsisnya,,, (dari Goodreads)

Ketika cinta telah menjatuhkan pilihannya, maka ia akan begitu tulus mencintai, tanpa syarat, tidak peduli berbeda suku, agama, ataupun status sosial. Namun, kenyataan sering berbicara lain. Ketulusan cinta hanya akan menjadi kenyataan getir, manakala takdir Ilahi berkehendak lain.
David
"Aku sangat bahagia ketika kau bersedia menjadi kekasihku, walau tak boleh sedikitpun aku menyentuhmu. Sayang, keyakinan yang kau miliki tak sama dengan keyakinanku, Maryam. Orangtuaku juga orangtuamu tak setuju jika kita bersatu.”
Maryam
“Aku belum pernah merasakan cinta sehebat dan sedahsyat ini. Kaulah cinta pertamaku, dan aku bahagia bisa mencintaimu. Tapi sayang, kebahagiaan ini begitu singkat. Kebahagiaan ini tidak lebih seperti kupu-kupu yang sangat singkat hidupnya menikmati keindahan bunga-bunga di taman.”