Monday, October 31, 2011

Lola and The Boy Next Door by Stephanie Perkins

By Stephanie Perkins

Lola and the Boy Next Door tells about a seventeen years old girl named Lola who is dating with a twenty-two man named Max. They're fallin in love with each other and Lola is trying to find a way for their relationship since her gay dads don't really like her twenty-two-years-old-boyfriend. and yes, she has two dads, Andy and Nathan, and they are gay. She has her own mother and father actually, but y know, they made sex in a young age and her mom got pregnant, and tadaaaa, she prevented an abortion but still she doesn't have any courage to raise her baby. so she left Lola with her brother,Nathan while she works and being a fortune-teller. 

Lola is an awesome girl who doesn't believe in fashion but costumes. so she tries not to be same everydays, she wears wig, a unique costumes like everyday, and Max like it. But how far will he like it? kekeke. u gotta read it! 

she has a boy she liked since childhood who has grown as a handsome man now. His name is Cricket Bell and he has a twin sister named Calliope who dislike Lola and think Lola has took her brother's attention from her. So she did everything to separate them even since they were kids. and since Calliope is a figure skating, they have to move to one town to another town. and that means Cricket is gone for good. After so many torturing years for Lola, they finally come back. 

Does Lola still have feelings for Cricket? and is it work both ways? 
If they still love each other, how about Max? Will Calliope just let them both together? 
Well, if u want to find out the answer, u gotta read this book. it's awesome! and Stephanie Perkins is so beautiful!! :DD 

my fav words here is,"Sometimes a mistake isn't a what. It's a who."


she's so pretty, isn't she? :) 

read this book on October 09th, 2011.

Sunday, October 30, 2011

Online Addicted! by Irena Tjiunata



Baru comot buku ini tadi siang di gramed, berhubung bukunya agak tipis, cuma 200hal dan isinya juga santai tapi sarat makna, jadi baca ini ga ada halangan sama sekali, ngalir kayak air :) 

Online Addicted!

Seperti kata2 yang pernah kuupdate di status facebookku : 

"Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Buktinya : makan berlebihan (obesitas), cinta berlebihan (patah hati), kaya berlebihan (lupa daratan), dsb. see? segala sesuatu yang berlebihan itu gak baik." 

Dalam kasus Online Addicted! ini, Marissa Samara Latief atau yang kerap dipanggil Icha sangat addicted dengan yang namanya facebook. 
Gimana gak? Sebelum berangkat kesekolah,walau udah telat banget, Icha tetap menyempatkan diri buat update status dulu difacebook, sesampainya disekolah pun Icha akan mengupdate status terbaru lagi difacebooknya. 
Status-status yang diupdate pun bukanlah yang berat2, hanya kata-kata simpel seperti : uda sampe sekolah, atau lagi nemenin Edo ke kantin,dll. 

Sejak facebook diperkenalkan papanya ke Icha, Icha jadi gak bisa lepas dari laptopnya sembari sesekali mengecek apakah ada notif yang masuk. Apalagi semenjak pacarnya Icha,Edo membelikan dia smartphone yang membuat Icha lebih leluasa dlm mengakses internet. 

Edo adalah pacar Icha yang pengertian, dalam arti, mengerti dengan kegilaan Icha akan facebook,bersikap dewasa, dan bekerja sebagai part-timer. 

Semenjak mendapat hadiah smartphone dari Edo, Icha seakan lupa akan teman-temannya, keluarganya, dan yang paling parah Icha bahkan sampai tidak belajar untuk ujian saking sibuknya dengan kehidupan mayanya di facebook. 

Ketika nenek Icha yang paling ia sayangi kesal akan kebiasaannya yang asik menatap layar ponselnya dan melupakan sekelilingnya, Icha pun merasa menyesal. Tapi rasa menyesal itu hanya bertahan saat itu juga.
Setelah dimaafkan, dia pun melakukan hal yg sama lagi.
 

Ketika Icha harus menelan amarah guru2nya karena nilainya selalu merah dan mendapat kekecewaan dari orangtuanya, Icha pun menyesal. Tapi lagi-lagi menyesal itu tidak bertahan lama. Icha yang selama ini jujur pun kali ini berbohong kepada orangtuanya. 

Ketika Sasa, sahabat Icha marah pada Icha yang asyik berinternet dan lupa waktu untuk membantunya, Icha pun sungguh-sungguh menyesal. Aksi diam-diaman pun berlangsung selama beberapa hari. Setelah berbaikan, Icha tetap ngga kapok dan terus saja asyik dengan dunia maya-nya. 

Hingga saat Edo pacarnya yang selama ini menerima dia apa adanya mencapai limit kesabarannya dalam menghadapi Icha. Icha yang selama ini selalu di back-up sama Edo pun kelabakan. 

Mampukah dia tanpa Edo? 

Pilih mana : mau eksis di dunia maya tapi hidup jadi ga karuan didunia nyata? 

Walau buku ini cuma berisi 200halaman, tapi itu tak lantas membuat buku ini jadi ga ada makna. Justru buku ini sangat menginspirasi bagi siapa saja yang membaca untuk bisa lebih mengontrol diri, dan lebih bijaksana dalam mengakses internet.



Happy Sunday

I have a thousand reasons to be happy today ^^

1. I've done my best to my thesis writing take-home test,
2. Got two extra hours to sleep ( so grateful for this one )
3. I went to Sun Plaza with my bf to celebrate our three years together, 
4. Bought three books @ Gramedia , yippieee
5. Got a sweet massage from my bf, he's so good on it!


I just love today. Wondering when will I get a free time like this since all assignments are waiting me to finish it.
By the way, these are the books I bought @Gramedia Sun Plaza.

Keegan's Love Pendant ( Teresa Bertha), Online Addicted (Irena Tjiunata), Where  She Went ( Gayle Forman)
PS : from left to right.

Sunday, October 23, 2011

Celebrity Wedding - aliaZalea

Dalam sebuah hubungan, entah itu pacaran atau hubungan suami-istri, sebuah kepercayaan adalah hal yang sangat penting. Bukan hanya kepercayaan, tapi kejujuran, komunikasi dan rasa saling menghargai juga merupakan faktor penting yang menentukkan kelanggengan suatu hubungan.

Inara, seorang akuntan muda yang sukses dalam karirnya tapi segala gerak -geriknya selalu diatur oleh keluarganya. Inara adalah gadis biasa yang berwajah pucat dengan tinggi 150cm, tapi Tuhan itu maha adil. Ia pun diberikan otak yang encer sehingga dia bisa kuliah di Universitas ternama diluar negeri dan sukses pada usia mudanya.

Suatu saat Inara pun dimintai bantuan untuk menjadi account holdernya Revel, seorang artis sekaligus musisi berbakat yang mempunyai jutaan fans setia dalam negeri. Siapa yang tidak mengenal Revel? Tinggi diatas rata-rata, mempunyai wajah yang membuat iri kaum adam, dan membuat kaum hawa mabuk kepayang.

Adalah rahasia umum jika Revel memiliki banyak pacar, aka playboy. Tapi tak satu pun mantan-mantannya yang pernah mengeluh tentang dirinya. Well, he knows how to treat women well.Namun Luna, pacarnya saat ini tidak merasakan hal yang sama. Dia merasa Revel lebih mementingkan pekerjaannya dibanding dirinya. Jadi terjadilah perselingkuhan antara Luna dengan mantan pacarnya yang menyebabkan ia hamil diluar nikah.

Seakan menjadi kambing hitam, Revel pun diberitakan media sebagai lelaki yang menghamili Luna. Revel yang tak ingin merugikan siapa-siapa (walau dalam kasus tsb, dialah yang dirugikan), pun memilih untuk diam seribu bahasa. Segala isu dan sindiran sinis pun ditunjukkan padanya dari berbagai pihak sehingga ia memutuskan untuk menunda launching single terbarunya.

Ina yang mengetahui cerita sebenarnya pun ikut berang atas pemberitan palsu tsb.

Atas saran mama Revel, Revel pun diminta untuk segera menikah agar gosip-gosip tsb bisa mereda. Tapi dengan syarat bahwa yang dinikahi Revel adalah akuntan pribadinya, Irana. Revel yang diam-diam memiliki hati pada Ina pun menyetujui permintaan mamanya.

Pernikahan yang mereka jalani adalah sebuah kontrak yang akan habis masa berlakunya setelah satu tahun berjalannya kontrak tsb. Dengan berbagai syarat akhirnya Ina pun menyetujui syarat-syarat tsb dan menikah dengan Revel.

Pernikahan yang awalnya hanya berdasarkan rasa ingin membantu pun berubah menjadi perasaan cinta antara kedua belah pihak.

Revel selalu kehilangan pengendalian diri ketika berhubungan dengan Irana, begitu juga dengan Irana sendiri. Mereka berdua saling mencintai, itu pasti, tapi dalam suatu hubungan, gak mungkin kalau gak ada yang namanya "cobaan", begitu juga dengan hubungan Revel dan Ina yang semula jarang diterpa gosip pun kembali gempar ketika Luna mantan pacar Revel kembali ke Indonesia dengan membawa bayi (yang diisukan bayi Revel). Revel yang beranggapan dia bisa menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan Ina,pun menyembunyikan berita ini rapat-rapat.

Namun, rahasia itu pun tercium oleh media massa dan akhirnya menjadi berita hangat diberbagai media. Ina yang merasa terkhianati oleh Revel pun memilih minggat sementara dari dunia hingar-bingar tsb.

Overall suka ma ceritanya, rada unik dan menarik untuk dibaca :)

Kata-kata yang paling kusuka dari novel ini : 
Ina, saya nggak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi saya akan berusaha sebisa mungkin mencegah hal yang sama terjadi lagi dimasa yang akan datang. Yang saya minta dari kamu adalah kepercayaan bahwa saya mampu melakukannya. (p.323)

Sinopsis : Celebrity Wedding 

Saturday, October 22, 2011

Favorite Indonesian Book 2011 #1 Hairless

 
By Ranti Hannah



Read the synopsis here : Hairless By Ranti Hannah

My Review :

Hairless adalah sebuah true story yang ditulis oleh Ranti Hannah yang menceritakan tentang perjuangannya dalam melawan penyakit kanker payudara yang dideritanya. Suatu hari,saya melihat twitter dari @GagasMedia yang memberitahukan info buku baru, salah satunya adalah Hairless. Dengan hanya membaca judulnya saja, saya bertekad ingin membeli buku ini. (kemarin itu belum tahu kalau ternyata cerita ini based on true story), tapi setelah dicomot dan dibaca sinopsis ditoko buku Gramedia, saya langsung menyadari adanya kesamaan nama pengarang dan nama karakter didalam buku tsb. Benar dugaan saya, ketika membuka plastiknya, yang pertama kali saya lihat adalah foto-foto dibelakangnya dan biografi singkat mba Ranti. Foto-foto tsb langsung menciptakan rasa penasaran pada diri saya.

Ketika mulai membaca Bab1,saya langsung menyukai cara menulis mba Ranti. Walau buku ini inti keseluruhannya menceritakan tentang kanker yang diderita mba Ranti, tapi cerita itu selalu dibumbui dengan kata-kata yang mampu membuat saya tersenyum. (sebagian besar dari lontaran-lontaran kata "Ompan" aka om Pandu :D) Dari sana, saya langsung tahu bahwa mba Ranti adalah penulis yang berbakat.

Terlepas dari cara penulisannya, saya begitu larut dalam buku ini. Mba Ranti terkena kanker ketika dia sedang hamil. Kebayang kan betapa dropnya ketika harus mendengar bahwa kita didiagnosis mengidap kanker.

"Kanker itu bukan flu atau batuk yang bisa sembuh dengan sendirinya. Kanker itu penyakit yang bisa membuatmu berpikir "lebih baik saya mati daripada harus mengalami kesakitan fisik dan mental seperti ini."

Semua planning kedepan pun berguguran seiring dengan vonis tsb. Mulai dari tidak bisa full time menyusui Rania (bayi mungilnya), hingga harus menelan bulat-bulat kenyataan bahwa dia akan menjalani proses kemoterapi which means, rambut bakal rontok (bukan cuma rambut dikepala saja tapi juga disemua daerah tubuh), akan mengalami mual-mual, badan lemah dan tidak bertenaga.

Buku ini mengajarkan saya banyak hal. Kenapa? Karena saya wanita. Karena saya suatu saat nanti akan menikah, (kalau Tuhan mengizinkan)akan diberi momongan, dan mudah-mudahan jangan sampai terjadi (terkena kanker).

Ketika membaca part dimana ia harus kehilangan mahkotanya alias rambutnya, saya langsung teringat pada adik papa yang juga mengalami kanker, kondisinya adalah kanker paru-paru. Alm.baru mengetahui ia mengidap kanker setelah kanker itu sudah mencapai stadium 3. Segala macam upaya mulai dari bolak-balik ke rumah sakit Singapore pun sudah dilakukan. Sama seperti mba Ranti, alm menjalani kemoterapi. Kanker paru-paru menyebabkan dia lumpuh, yang berarti dia harus menggunakan kursi roda dan selalu membutuhkan bantuan orang lain. (beruntung suaminya mirip ompan)

Rambutnya perlahan menipis hingga botak. Januari awal tahun 2011 saya mengunjungi beliau, (untuk pertama kalinya saya melihat dia botak), anehnya saya tidak merasa dia jelek. Saya justru merasa beliau sangat cantik, begitu polos dan kelihatan rapuh. Tapi dia tetap tersenyum. Beberapa bulan setelah kunjungan saya, saya dikabari bahwa beliau sudah tenang disana. Tidak lagi merasa sakit akibat kemo. Saya sedih, tapi dibalik semua itu hikmah yang bisa saya ambil adalah dia tidak merasakan sakit lagi. Dan saya bersyukur karenanya.

Banyak hal yang bisa dipelajari dalam buku ini. Bukan hanya seputar kanker, tapi juga persahabatan dan rasa kekeluargaan yang semakin erat seiring dengan adanya vonis ini. FYI, disini juga diceritain loh proses mba Ranti melahirkan, dan beberapa pengetahuan lainnya tentang kanker payudara yang sangat bermanfaat bagi semua wanita. "Nah terus laki-laki boleh baca buku ini gak ya?". Boleh banget, dengan membaca buku ini, saya harap akan banyak Pandu Pandu lainnya yang bisa tetap kuat dan tegar serta mencintai istrinya apa adanya. Kalau istri kalian gak kuat, siapa lagi yang harus menenangkannya dan membisikkan kata "you'll be fine" dan support2 lainnya kalau bukan suami dan keluarganya? :)

Terkadang kita cenderung untuk bersikap cuek dan masa bodoh terhadap diri kita sendiri dan kondisi lingkungan disekitar. Sampai akhirnya kita didiagnosis mengidap penyakit tertentu, barulah saat itu kita panik , takut dan menyesal kenapa gak dari dulu kita peduli.

Seperti kata-kata bahwa,"Dengan membaca sebuah buku, kita mempelajari banyak hal tanpa harus benar-benar mengalaminya.".
Dengan membaca Hairless, otomatis akan membuat kita terutama para wanita untuk lebih aware lagi terhadap kondisi tubuh kita. Last but not least, you gotta buy this book, read them and treat yourself better from now on. :)

Twitter mba Ranti : @rantihannah
Twitter suaminya, Ompan (Pandu) : PanduBudhiman





Read from September 04 to 05,2011.

My Review on Goodreads : http://www.goodreads.com/review/show/205072260

Friday, October 21, 2011

"Aku Terpaksa Menikahinya." <- a very touching lesson of life.


Maaf ya yang udah pada baca. Saya cuma forward aja.
Ini cerita bagus yang sangat menggugah. Siap2 tissue dulu kalau mau baca.
Selamat membaca...

---

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki:

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. 

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!


Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Tuesday, October 18, 2011

Morning Brew by Nina Addison

  
Morning Brew by Nina Addison
Paperback, 224 pages
Published September 2011 by PT Gramedia Pustaka


Tertarik dengan sinopsisnya, yang menceritakan tiga orang sahabat, Ivana, , Danny dan Ren, yang harus patah hati dan putus cinta ditinggal pergi pacarnya Boy kuliah ke luar negeri. Walaupun pacaran hampir 8 tahun, tapi Boy tidak menginginkan LDR, secara mengejutkan dia ingin berpisah dengan Ren. Ren yang patah hati harus tetap bekerja demi melupakan kepingan-kepingan memori yang telah dia dan Boy ciptakan selama kurang lebih 8tahun belakangan ini. Morning Brew lah tempat ia mencurahkan segala isi hatinya, dan kepada Danny dan Ivana lah segala unek-unek dihatinya tumpah begitu saja. 

Morning Brew bukan hanya sekedar lokasi tempat dia menjalankan aktivitasnya sehari-hari, tapi tempat dimana dia mendapatkan pelajaran hidup bersama kedua sahabatnya. Siapa bilang kerja di cafe itu gak bagus? Siapa bilang kalau kerja di cafe itu lantas di judge sebagai orang yang gak berpendidikan? Don't judge someone if you don't know what they had gone through. 

Hari demi hari, meski Ren masih memikirkan Boy, ia mulai membuka hati untuk lelaki lain. Beberapa singgah dihatinya tapi tak pernah benar-benar menghuni hati pemiliknya. Ia bahkan diselingkuhi oleh pacarnya. 

Maka seketika ku sadari,gak semua orang yang gonta - ganti pacar itu bisa dikatakan sebagai playboy atau playgirl. They just try to find the right one walau konsep "berpacaran dengan B semata-mata untuk melupakan si A sangat tidak kusetujui", karena itu sama aja dengan menyakiti hati & perasaan orang lain. 

You won't get anything by making someone as the replacement of someone else. Cintai seseorang ketika kamu benar-benar siap, bukan ketika kamu kesepian. 

Suka banget dengan kata-kata mama Ren,"Memang semua butuh waktu. Walaupun terkadang kita nggak akan jadi orang yang sama seperti dulu saat kita masih bersama orang itu. Cuma yang harus kalian ingat, jangan sekali -sekali menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain." 

"Kamu harus berhenti mengkhawatirkan reaksi orang lain, Ren. Pendapat orang lain memang berpengaruh, tapi bukan itu yang jadi penentu. Ini hidupmu, bukan orang lain yang akan menjalaninya, tapi kamu." 

Recommended :)